CERITA DIBALIK SEBUAH CITA - CITA LAMA

by - August 17, 2011

Hari ini, 17 Agustus 2011, Indonesia merayakan hari kemerdekaannya yang ke - 66.
Pagi ini aku duduk di depan tv di dalam kamarku, menanti dengan seksama peringatan detik - detik Proklamasi dari layar tv, memperhatikan dengan seksama upacara pengibaran bendera pusaka di Istana Negara, mataku tak berkedip saat pasukan pemuda pemudi berpakaian putih itu muncul di layar televisi untuk menunaikan tugas mereka.

Seketika bulu kudukku rasanya berdiri, tiba - tiba aku merasakan lagi sebuah kebanggaan yang pernah aku rasakan 5 tahun lalu. Rasanya aku ingin kembali ke masa itu untuk merasakan hal yang sama, kepuasan yang sama, kebanggaan yang sama.

Saat itu aku teringat pada sebuah cita - cita, yang akhirnya bisa terwujud walaupun tidak sempurna. Sebuah cita - cita, yang walaupun sudah berlalu, walaupun sudah tercapai, cita - cita itu tetap menjadi sebuah kebanggan di dalam diri seorang Yescha...

*   *   *

Entah sejak kapan, mungkin sejak aku bukan lagi balita, mungkin sejak aku masih duduk di sekolah dasar, setiap tanggal 17 Agustus aku selalu duduk manis, anteng, tidak bisa diganggu, terdiam dengan mata hampir tidak terpejam di depan tv. Apa yang aku lihat? Apalagi, siaran langsung upacara pengibaran Bendera Pusaka di Istana Negara. Saat itu aku selalu membayangkan suatu saat nanti aku bisa ada disana, namaku disebutkan oleh pembawa acara sebagai pembawa baki, nama orangtuaku  juga disebutkan. Tentu rasanya sangat membanggakan. Aku selalu bermimpi, suatu hari nanti aku ada disana, menjadi seorang PASKIBRAKA.

Aku juga suka berpura - pura sedang upacara bendera, entah di depan tiang bendera yang ada di rumah, atau berpura - pura sedang mengerek bendera dengan kabel telpon rusak. Saat kelas 3 SD, aku masih sekolah di Bandung, setiap hari Senin aku selalu mengikuti upacara sebagai peserta, berdiri di barisan depan memperhatikan anak2 kelas 5 yang menjadi petugas upacara. Aku bertekad, saat aku kelas 5 nanti, aku harus menjadi petugas upacara. Sayangnya kelas 4 SD aku pindah sekolah ke Jogja, keinginanku itu akhirnya tidak terwujudkan.

Pindah ke Jogja, bukan berarti cita - citaku itu memudar, tapi justru di kota ini lah aku mulai mewujudkan cita - cita ini sedikit demi sedikit.

Waktu kelas 5 SD, aku juga udah lupa dalam rangka apa, kalau ngga salah untuk acara Hizbul Wathon (HW itu semacam Pramuka untuk Muhammadiyah, aku masuk di SD Muhammadiyah waktu itu), pernah ada pemilihan pasukan inti baris berbaris.. Aku ikut, aku bertekad harus jadi tim inti, ngga semua kepilih juga jadi tim inti, dan aku bisa..

Waktu SMP aku ikut TONTI (Peleton Inti, kalau di Jogja ngga ada ekskul Paskibra, adanya Peleton inti yang multi fungsi, bisa jadi petugas upacara, pelatih petugas upacara, ikut lomba baris berbaris, dsb). Aku selalu berusaha untuk menjadi yang "terbaik" untuk mencapai yang "terbaik". Salah satu ajang bergengsi di tonti ini adalah menjadi 20 orang Panitia LABASIS, semacam penjaringan calon tonti untuk anak2 kelas 1. Ada seleksi pemilihan untuk itu, wawancara sama senior, baris, dsb. Aku pun masuk menjadi panitia LABASIS. Dan begitulah, selama 3 tahun di SMP aku aktif di kegiatan tonti ini.

SMA, aku masuk SMA pilihan ke-2. Awal masuk SMA ini, kecewa, ngga ada semangat - semangatnya sama sekali. Tapi, cita - ciitaku ngga pudar kok, apalagi aku sadar kalau jalan untuk mencapai cita - cita itu tinggal di depan mata. Waktu itu, jalan pertama yang aku incar adalah menjadi anggota Pasukan Tujuh Belas (PAJUBEL) SMA 8 Yogyakarta.

Aku tahu di SMA ini ada sebuah pasukan petugas upacara yang namanya PAJUBEL ini. Pajubel bukan ekskul yang bisa kamu masukin lewat open recruitment kayak ekskul lain. Pajubel itu pasukan khusus, dipilih melalui seleksi diam2 selama 1 minggu saat HEP (HEP itu semacam ospeknya SMA aku), dan seleksi akhir di hari terakhir HEP. Aku ngga tau gimana caranya, yang aku tau setiap sesi baris berbaris aku selalu menunjukkan yang terbaik yang aku bisa, dan berusaha untuk menonjol diantara yang lain. And yes, akhirnya aku pun terpilih. Aku menjadi salah satu dari 6 cewek dan 11 cowok PAJUBEL SMA 8 YOGYAKARTA angkatan 2005.

17 AGUSTUS 2005, aku bertugas di lapangan upacara SMA 8 YOGYAKARTA sebagai pembawa baki.
Ada 3 peleton saat itu, GARDA (PAJUBEL 2003); PARAMASATYA (PAJUBEL 2005); PAKCI (PAJUBEL 2004)

Walaupun saat itu aku baru bertugas di lapangan upacara sekolah, tapi rasa bangga itu udah mulai muncul, bahkan masih ada sampai saat ini. Setelah itu, aku bergabung dengan TONTI SMA-ku (kepilih jadi PAJUBEL otomatis jadi anak TONTI).

Akhir tahun 2005, seleksi sesungguhnya pun dimulai, untuk memilih wakil SMA 8 untuk seleksi PASKIBRAKA. Aku dengan pasti mendaftarkan diri untuk ikut. Aku pun mengikuti tiap tahapan seleksi tingkat sekolah itu, seleksi fisik, kesehatan, kesemaptaan, pengetahuan umum, wawancara, semua tahapan, Dari 20 besar, 10 besar, 6 besar, sampai akhirnya terpilihlah 4 orang yang mewakili SMA-ku untuk mengikuti seleksi PASKIBRAKA tingkat kota, dan aku menjadi salah satunya. Senang, tentu itu yang aku rasakan saat itu.

Kemudian, kami mendapatkan pelatihan intensif setiap hari sebelum seleksi tingkat kota itu dilaksanakan. Latihan fisik, pengetahuan umum, Bahasa Inggris, ke-Paskibrakaan, semuaa materi kami terima. Kami dipersiapkan untuk seleksi itu.

Akhirnya hari seleksi itu pun tiba. Hari pertama adalah seleksi kesemaptaan dan baris berbaris. Lari keliling dinding luar stadion 6 kali, push up, sit up, skot jump, jumping jack, apapun itu namanya. Sampai jam 10 pagi kami mengikuti seleksi fisik dan kesemaptaan ini. Setelah itu kami seleksi baris berbaris dari jam 10 sampai dengan jam 17, hanya istirahat untuk solat dan makan. Kami harus bertahan, dan aku berusaha untuk terus bertahan, walaupun capeknya udah ngga bisa diungkapkan lagi, ditambah lagi teriknya matahari Jogja saat itu. Seleksi hari pertama pun selesai, kami menunggu hasil seleksi yang diumumkan keesokan harinya, dan kami berempat pun lolos ke tahap selanjutnya.

Hari kedua, seleksi meliputi wawancara, pengetahuan umum, dan ke-Paskibrakaan. Aku merasa kurang optimal saat seleksi kedua ini. Tapi, aku masih terus berharap untik bisa terpilih.

Hasil seleksi pun diumumkan, aku lolos seleksi tingkat kota, tapi aku tidak termasuk ke dalam 8 orang terpilih untuk melanjutkan seleksi ke tingkat propinsi. Sedih, kecewa, merasa kurang optimal, itu yang pertama kali aku rasakan. Tapi, kemudian aku bersyukur, aku menjadi salah satu orang yang terpilih untuk menjadi (calon) PASKIBRAKA KOTA YOGYAKARTA dari ratusan orang yang mengikuti seleksi saat itu, dan hanya 43 orang yang terpilih.

Aku dan teman - teman yang lain pun mengikuti tahap pelatihan selama kurang lebih 3 bulan. Latihan fisik dan baris di bawah sinar matahari telah menjadi kegiatan rutinku saat itu. Mungkin melelahkan, tapi demi sebuah cita - cita rasa lelah itu pun tidak terasa berat lagi. Di akhir pelatihan kami pun di karantina selama 1 minggu di asrama.

15 AGUSTUS 2006, kami dikukuhkan sebagai PASKIBRAKA KOTA YOGYAKARTA 2006.
Air mata itu mengalir membasahi pipiku saat itu, selangkah lagi, menuju sebuah cita - cita.


Pengukuhan PASKIBRAKA Kota Yogyakarta 2006


17 AGUSTUS 2006, kami pun bertugas mengibarkan SANG MERAH PUTIH di lapangan upacara Balaikota Kota Yogyakarta.

Akhirnya cita - cita itu pun terwujud, aku menjadi bagian dari sebuah prosesi pengibaran (duplikat) Bendera Pusaka. Aku mengenakan seragam putih - putih yang selama ini hanya bisa aku lihat di televisi, dengan namaku, Yescha Nuradisa E. D. tertulis di atasnya. Merah Putih Garuda berwarna dasar hijau menempel di dadaku, pangkat PASKIBRAKA  bergambar bunga kapas berwarna hijau menempel di bahuku.

Aku, berhasil meraih cita - cita yang sudah lama aku impikan..

*   *   *

17 Agustus 2011, 5 tahun telah berlalu sejak hari itu.

Walaupun cita - citaku tidak terwujud sesemourna yang aku harapkan.  Walaupun aku hanya menjadi PASKIBRAKA Kota Yogyakarta, bukan PASKIBRAKA Nasional.  Walapun aku hanya bertugas di Balaikota, bukan di Istana Negara. Walapun aku hanya menjadi pasukan 17, bukan menjadi pembawa baki seperti yang aku impikan,

Tapi, aku masih berterimakasih pada Tuhan, karena aku diberi kesempatan untuk merasakan kebanggaan ini. Rasa bangga saat derap langkah kami yang beradu dengan aspal jalan bergema untuk menjemput bendera pusaka. Rasa bangga saat Sang Merah Putih dibentangkan. Rasa bangga saat menyaksikan Sangsaka Merah Putih berkibar dengan gagahnya di langit Kota Yogyakarta. Juga tetes air mata haru dan bangga, saat pelatih kami mengacungkan jempolnya, mengapresiasi usaha dan jerih payah kami sampai hari itu tiba.

Rasa bangga itu, masih ada, hingga saat ini, walaupun 5 tahun telah berlalu sejak hari itu.
Mungkin orang akan menganggap cita - citaku itu hanya cita - cita kecil. Mungkin orang menganggap petugas upacara adalah hal yang biasa. Tapi, bagiku menjadi seorang PASKIBRAKA adalah suatu kebanggaan yang tidak tergantikan. Menjadi PASKIBRAKA adalah sebuah kesempatan yang tidak dimiliki oleh semua orang. Menjadi PASKIBRAKA membuatku selalu mencintai Indonesia.

Apapun, bagaimanapun, seperti apapun keadaan Indonesia-ku saat ini, darahku tetap mengalir merah, tulangku tetap putih kokoh menopang tubuhku. Hatiku tetang mencintainya, jiwaku tetap membanggakannya, Indonesia..

DIRGAHAYU INDONESIA.. MERDEKA!!

You May Also Like

0 comments